Thursday, January 19, 2006

Masih bisa hidup enak gak sih di Indonesia?



Mumpung masih awal tahun, saya ingin merefresh kembali liputan yang pernah saya buat untuk sebuah acara diskusi di Jakarta tahun lalu yang menampilkan Ishadi SK, Direktur Operasional Trans TV, sebagai narasumber.

Itu pertanyaan yang dilontarkan pada acara diskusi bulanan tanggal 21 Agustus 2005 lalu yang menghadirkan pembicara Ishadi SK, Direktur Operasional Trans TV, dan Pandita Daniel Warman, seorang pensiunan manajer bank. Dalam momentum HUT Kemerdekaan RI ke 60, tema diskusi menyoroti berbagai kebingungan terhadap kondisi Indonesia sekarang yang serba tak menentu. Berawal dari krisis BBM yang diperparah dengan krisis tenaga listrik, nilai rupiah yang semakin melemah, kondisi perekonomian yang kian lesu dan lain sebagainya. Belum lagi masalah-masalah individual, seperti keamanan, peluang kerja atau usaha yang semakin sulit, gaji yang tidak naik-naik, persaingan kerja yang kian ganas, serta berbagai kesulitan lainnya. Diskusi ini mempertanyakan kembali optimisme dan kepercayaan kita semua kepada pemerintah dan negara Indonesia.

Sebagaimana diungkap oleh Daniel Warman pada awal diskusi, ”Saya merasa seharusnya kita lebih mempertanyakan apa yang sudah kita perbuat untuk membuat hidup di Indonesia lebih enak, bukan sebaliknya.” Daniel juga menceritakan bagaimana dulu saat masih bekerja ia menyiasati pengelolaan gaji yang diterimanya pada saat itu, yang hanya cukup untuk menghidupi dirinya dan keluarga selama 15 hari. “Cukup atau tidak cukup uang yang kita miliki itu relatif. Waktu itu saya disarankan untuk membuat anggaran dari 15 hari menjadi 30 hari dan disiplin dalam pengeluaran uang. Kalau dipikir-pikir saat itu di kantor setiap hari saya dikelilingi oleh tumpukan uang. Seandainya saya ambil beberapa lembar saja, pasti tidak ketahuan. Tapi saya bayangin bagaimana kalau suatu saat ketahuan dan dipecat. Saya merasa bagaimanapun saya adalah bagian dari perusahaan ini juga,” cerita Daniel. Kesimpulannya, hidup enak itu tidak sekonyong-konyong datang. ”Dengan prinsip dan disiplin yang saya jalankan ini, hidup enak justru saya nikmati saat sekarang,” tandasnya.

Ishadi juga mengingatkan kemajuan-kemajuan yang telah dicapai pemerintah Indonesia pada tahun 2005. Seperti program pemberantasan korupsi, pencanangan Indonesia Incorporated, sebuah program untuk pemahaman bisnis sebagai ujung tombak, yang dicanangkan saat kunjungan presiden ke Cina bulan Juli lalu, perundingan damai Aceh di Helsinki, pembangunan infrastruktur serta peningkatan program dan anggaran pendidikan. ”Kuncinya adalah servis dan pengabdian,” ujar Ishadi sambil memaparkan faktor-faktor di balik kesuksesan Singapore Airlines (SQ), maskapai penerbangan internasional pertama yang menerbangkan Airbus 380. Menurut Ishadi, walaupun tarif SQ rata-rata 20-30% lebih tinggi, penerbangan ini selalu fully booked. ”Itu karena prinsip 5 S, 5 C dan 3 R yang mereka terapkan. 5 S= sincere (tulus), smile (senyum), skillful (ahli), speed (cepat), secure (aman). 5 C adalah confirm (kepastian), confidence (keyakinan), credible (bisa diandalkan), concern (perhatian), correct (tepat). 3 R adalah responsible (bertanggung jawab), respectful (menghargai), rewards (imbalan),” ujar Ishadi tentang etos kerja SQ.

Sekarang, siapkah kita mengubah nilai-nilai yang selama ini sering membuat kita terlena dan akhirnya menjerumuskan kita dalam berbagai kesulitan hidup?

0 Comments:

Post a Comment

<< Home