Thursday, January 26, 2006



The following takes place between 09.00 - 10.00
"Kenapa ya anak-anak di tempat kita sekarang ributin duit mulu. Dulu kerjaan juga banyak, masalah juga ada, tapi suasana tetap asik-asik aja," keluh teman saya dalam perjalanan menuju kantor.

Iya yah. Saya baru nyadar kalau akhir-akhir ini saya sering mendengar keluhan rekan-rekan saya yang ingin pindah kerja karena gaji tidak memuaskan.

The following takes place between 12.00 - 13.00
"Ooo.. kamu sebelumnya di AA. Kenal si U dong. Gimana kabarnya sekarang?" tanya saya pada seorang Account Director baru yang diperkenalkan pada kami.
"Oh dia. Unfortunately dia salah satu yang kena lay off kemarin," jawabnya.
O dear! Kurang apa lagi si U? Lulusan sekolah graphic design di luar negeri, pernah magang di biro iklan multinasional, passionnya gede. So, what's wrong?

"Untung ya di agency kita gak ada lay off. Masih bisa jalan-jalan ke Bali lagi bulan depan," komentar saya pada teman-teman sambil jalan ke food court buat makan siang. Terus kalau dipikir-pikir lagi gaji kita sebenarnya gak parah-parah amat lah. Teman saya yang belum lulus kuliah aja (tapi sudah penah kerja dan menang award saat masih mahasiswa) gajinya sedikit di atas dua juta rupiah. Buat hidup sehari-hari cukup lah. Cuma emang gak bisa mengeluarkan banyak 'biaya sosial'. Terus dia putus dari ceweknya dan yang jadi kambing hitam adalah karena gajinya kecil, sehingga dia tidak bisa memenuhi harapan keluarga si pacar. Teman saya yang satu lagi mengatakan bahwa selama dia gajinya masih 'segitu-segitu aja' dia gak mau cari pacar dulu. ('Segitu-segitu' itu masih di atas 2 juta rupiah lho)

The following takes place between 19.00 - 20.00.


Di sebuah toko buku di bilangan Kemang sedang berlangsung acara peluncuran antologi puisi yang dipelopori sebuah milis anak-anak muda yang senang berpuisi. Setelah 2 tahun dan mengatasi berbagai kendala baik dari pihak luar maupun dari dalam diri masing-masing personilnya. Flow acara memang masih sedikit kacau, tapi saya lihat semua orang larut dalam kegembiraan. Paling tidak selama beberapa jam itu saya bisa merasakan suatu passion yang berbeda dari yang saya temui akhir-akhir ini. Passion bahwa semua orang bisa berpuisi.


The following takes place between 23.00- 24.00
Saya sudah di rumah kembali. Tenggelam dalam lamunan dan sejuta rasa. Capek. Puas. Lega. Terutama lega karena passion itu ternyata masih ada. Passion untuk melakukan sesuatu yang kita sukai dan yakini. Lebih dari sekedar passion untuk uang, uang, dan uang. Terus kalau kita passionnya uang emang apa salahnya? Hmm... iya juga yah? Saya juga termasuk salah seorang yang punya passion terhadap uang. Tapi kalau dipikir-pikir lagi, berapa banyak sih orang yang jadi kaya raya karena passionnya uang? Bill Gates, Steve Jobs, Steven Spielberg, JK Rowling, Donald Trump, David Ogilvy...... and the list continues. Sepengetahuan saya (dari artikel dan referensi yang saya baca tentang mereka) passion mereka awal-awalnya bukan uang deh. Tapi passion mereka lama-lama mendatangkan uang.

Terus kembali ke uang sebagai hambatan untuk mendapatkan pacar, apa iya itu persoalannya? Yang jelas, waktu pertama kali pacaran sama pacar sekarang, dia nggak punya duit. Tapi satu hal yang saya kagumi dari dia adalah kegigihannya untuk bangkit dari keterpurukan. Dari seorang anak desa yang keluarganya amburadul, siapa sangka koleganya sekarang banyak yang birokrat dan seniman papan atas. Bukan berarti dia sekarang kaya raya. Duitnya masih sedikit kok. Cuma, lumayan lah dari dulu cuma mampu naik kereta api senja atau fajar ekonomi sekarang bisa naik pesawat terbang kalau lagi tugas ke daerah. Lho kok saya jadi muji-muji pacar sendiri sih. Udah ah, stop!

Back to the topic. Yang bikin saya sedih adalah karena banyak teman saya sekarang berpikir cuma uang yang bisa bikin mereka bahagia dan mendapat apa yang mereka inginkan. Bukan kepercayaan diri, kemampuan, bakat, ketrampilan atau kerja keras kita. Tapi saya percaya itu semua yang sebenarnya bisa bikin kepala kita jadi tegak dan mendapatkan apa yang kita inginkan, termasuk uang. Paling tidak untuk malam ini saya ingin tidur pulas dengan keyakinan itu dan bangun pagi dengan penuh semangat.

Thank you my friends! Whatever your passion, you are all my inspiration. Love you all!

Thursday, January 19, 2006

Masih bisa hidup enak gak sih di Indonesia?



Mumpung masih awal tahun, saya ingin merefresh kembali liputan yang pernah saya buat untuk sebuah acara diskusi di Jakarta tahun lalu yang menampilkan Ishadi SK, Direktur Operasional Trans TV, sebagai narasumber.

Itu pertanyaan yang dilontarkan pada acara diskusi bulanan tanggal 21 Agustus 2005 lalu yang menghadirkan pembicara Ishadi SK, Direktur Operasional Trans TV, dan Pandita Daniel Warman, seorang pensiunan manajer bank. Dalam momentum HUT Kemerdekaan RI ke 60, tema diskusi menyoroti berbagai kebingungan terhadap kondisi Indonesia sekarang yang serba tak menentu. Berawal dari krisis BBM yang diperparah dengan krisis tenaga listrik, nilai rupiah yang semakin melemah, kondisi perekonomian yang kian lesu dan lain sebagainya. Belum lagi masalah-masalah individual, seperti keamanan, peluang kerja atau usaha yang semakin sulit, gaji yang tidak naik-naik, persaingan kerja yang kian ganas, serta berbagai kesulitan lainnya. Diskusi ini mempertanyakan kembali optimisme dan kepercayaan kita semua kepada pemerintah dan negara Indonesia.

Sebagaimana diungkap oleh Daniel Warman pada awal diskusi, ”Saya merasa seharusnya kita lebih mempertanyakan apa yang sudah kita perbuat untuk membuat hidup di Indonesia lebih enak, bukan sebaliknya.” Daniel juga menceritakan bagaimana dulu saat masih bekerja ia menyiasati pengelolaan gaji yang diterimanya pada saat itu, yang hanya cukup untuk menghidupi dirinya dan keluarga selama 15 hari. “Cukup atau tidak cukup uang yang kita miliki itu relatif. Waktu itu saya disarankan untuk membuat anggaran dari 15 hari menjadi 30 hari dan disiplin dalam pengeluaran uang. Kalau dipikir-pikir saat itu di kantor setiap hari saya dikelilingi oleh tumpukan uang. Seandainya saya ambil beberapa lembar saja, pasti tidak ketahuan. Tapi saya bayangin bagaimana kalau suatu saat ketahuan dan dipecat. Saya merasa bagaimanapun saya adalah bagian dari perusahaan ini juga,” cerita Daniel. Kesimpulannya, hidup enak itu tidak sekonyong-konyong datang. ”Dengan prinsip dan disiplin yang saya jalankan ini, hidup enak justru saya nikmati saat sekarang,” tandasnya.

Ishadi juga mengingatkan kemajuan-kemajuan yang telah dicapai pemerintah Indonesia pada tahun 2005. Seperti program pemberantasan korupsi, pencanangan Indonesia Incorporated, sebuah program untuk pemahaman bisnis sebagai ujung tombak, yang dicanangkan saat kunjungan presiden ke Cina bulan Juli lalu, perundingan damai Aceh di Helsinki, pembangunan infrastruktur serta peningkatan program dan anggaran pendidikan. ”Kuncinya adalah servis dan pengabdian,” ujar Ishadi sambil memaparkan faktor-faktor di balik kesuksesan Singapore Airlines (SQ), maskapai penerbangan internasional pertama yang menerbangkan Airbus 380. Menurut Ishadi, walaupun tarif SQ rata-rata 20-30% lebih tinggi, penerbangan ini selalu fully booked. ”Itu karena prinsip 5 S, 5 C dan 3 R yang mereka terapkan. 5 S= sincere (tulus), smile (senyum), skillful (ahli), speed (cepat), secure (aman). 5 C adalah confirm (kepastian), confidence (keyakinan), credible (bisa diandalkan), concern (perhatian), correct (tepat). 3 R adalah responsible (bertanggung jawab), respectful (menghargai), rewards (imbalan),” ujar Ishadi tentang etos kerja SQ.

Sekarang, siapkah kita mengubah nilai-nilai yang selama ini sering membuat kita terlena dan akhirnya menjerumuskan kita dalam berbagai kesulitan hidup?

Friday, January 06, 2006

Catatan Tahun 2006


Beberapa hal yang saya catat dari ngobrol-ngobrol dengan beberapa teman menjelang detik-detik terakhir tahun 2005 adalah bahwa tahun 2005 hidup kita banyak diisi dengan ketakutan.

1. Takut gak punya pacar. Makanya begitu ada yang mau sambar dulu deh, daripada nanti
nggak dapat lagi.
2. Takut kesepian, makanya kawin aja deh.
3. Takut sudah gak cantik/ganteng lagi (a.k.a gak laku lagi). Makanya begitu ada yang mau
selingkuh aja deh.
4. Takut miskin. Makanya begitu ada peluang bisnis jalanin aja. Daripada jadi karyawan seumur
hidup yang tiap saat bisa digeser sama yang lebih muda.
5. Takut mentok di tempat kerja sekarang (gaji, jabatan, dll). Makanya buru-buru pindah
kerjaan yang gajinya lebih gede. Suka gak suka ama kerjaannya bisa dipikirin nanti-nanti.
6. Takut makan steak, karena daging sapinya mungkin kena virus 'mad cow'.
7. Takut makan telur dan daging ayam, karena flu burung.
8. Takut makan tahu, mi dan ikan, karena ada formalin.
9. Takut makan bakso, karena ada oplosan daging tikus.
(khusus 6-9 :Terus makan apa dong ?)

Kalau tiap keputusan atau hal yang kita lakukan dasarnya ketakutan, jadinya kayak apa ya?
Pantesan aja makin hari makin banyak perceraian, kriminalitas, korupsi, pengangguran sampai penyalahgunaan formalin.

Sekarang kalau kita balik ketakutan menjadi keyakinan, jadinya kayak apa?
1. Pilih pacar karena yakin cuma sama dia kita bisa tertawa dan nangis bareng serta
berbagi mimpi.
2-3. Kawin karena yakin cuma sama dia kita bahagia dan bisa mewujudkan impian bersama.
4-5. Pindah kerjaan karena yakin pekerjaan itu yang bisa mewujudkan impian kita dan
bikin puas.
6-9. Kalau udah waktunya mati, jangankan makan, lagi tidur aja kalau kamar kita ketiban
pesawat jatuh juga bisa mati.

Siapa tahu dengan begitu hidup jadi lebih enteng dan happy, rejeki mengalir terus.

So, resolusi saya tahun 2006 ini adalah apapun yang saya lakukan, pilihan, dan keputusan dasarnya adalah keyakinan dan keberanian. Yakin bahwa dengan melakukan itu saya masih bisa bermimpi, tertawa, dan bikin teman-teman saya tertawa bareng-bareng.

Selamat tahun baru 2006!